Sejarah dan Ruang Lingkup
kantorhukummigunani.com – Bahwa dengan tujuan percepatan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan maka ditetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan (selanjutnya ditulis Permen Agraria Nomor 11 Tahun 2016).
Peraturan ini mengganti dua peraturan yang telah ada sebelumnya, yakni Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2013 tentang Eksaminasi Pertanahan. Penggantian peraturan itu dilakukan karena dua Peraturan tersebut dipandang belum efektif dalam penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Demikian termaktub dalam konsiderans Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016.
Ruang lingkup Permen Agraria Nomor 11 Tahun 2016, meliputi:
- Penyelesaian sengketa dan konflik;
- Penyelesaian perkara;
- Pengawasan dan pengendalian; dan
- Bantuan hukum dan perlindungan.
Bahwa dari empat ruang lingkup tersebut, tulisan ini hanya tentang ruang lingkup pertama, yakni penyelesaian sengketa dan konflik.
Definisi, Maksud dan Tujuan
Menurut Permen Agraria Nomor 11 Tahun 2016, yang dimaksud dengan kasus pertanahan, sengketa tanah, konflik tanah, dan perkara tanah sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 1 sampai dengan angka 4 adalah sebagai berikut:
- Kasus Pertanahan adalah Sengketa, Konflik, atau Perkara Pertanahan untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan.
- Sengketa Tanah yang selanjutnya disebut Sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.
- Konflik Tanah yang selanjutnya disebut Konflik adalah perselisihan pertanahan antara orang perorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.
- Perkara Tanah yang selanjutnya disebut Perkara adalah perselisihan pertanahan yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan
Penyelesaian kasus pertanahan di antaranya dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa, konflik atau perkara agar tanah dapat dikuasai, dimiliki, dipergunakan dan dimanfaatkan oleh si pemilik. Sedangkan tujuan penyelesaian kasus tersebut adalah untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan mengenai penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Proses Pendahuluan Penyelesaian Sengketa dan Konflik
Penyelesaian sengketa dan konflik tanah dilakukan berdasarkan: inisiatif dari Kementerian, yakni dengan cara Kementerian melaksanakan pemantauan untuk mengetahui sengketa dan konflik yang terjadi dalam suatu wilayah tertentu; atau karena pengaduan masyarakat. Dalam Permen Agraria Nomor 11 Tahun 2016, yang dimaksud pengaduan adalah laporan atau keberatan yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya ditulis Kementerian) atas kasus pertanahan.
Berdasarkan hasil pemantauan dan/atau pengaduan masyarakat yang telah diadministrasikan, pejabat yang bertanggung jawab akan melakukan kegiatan pengumpulan data yang dapat berupa data fisik dan data yuridis; putusan pengadilan, berita acara pemeriksaan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi atau dokumen lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga/instansi penegak hukum; data yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat yang berwenang; data lainnya yang terkait dan dapat mempengaruhi serta memperjelas duduk persoalan sengketa dan konflik; dan/atau keterangan saksi. Selanjutnya pejabat yang bertanggung jawab akan melakukan validasi terhadap data-data itu yang kebenarannya dinyatakan oleh pejabat atau lembaga yang menerbitkan atau pencocokan dengan dokumen asli; selain itu, apabila data yang diperoleh berasal dari keterangan saksi, maka pejabat yang bertanggungjawab juga akan meminta keterangan saksi yang dituangkan dalam berita acara.
Setelah kegiatan pengumpulan data, pejabat yang bertanggung jawab akan melakukan analisis untuk mengetahui apakah sengketa atau konflik merupakan kewenangan Kementerian atau bukan. Adapun sengketa atau konflik yang menjadi kewenangan Kementerian, meliputi:
- kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas;
- kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;
- kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah;
- kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar;
- tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan;
- kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran tanah;
- kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertipikat pengganti;
- kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan;
- kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin;
- penyalahgunaan pemanfaatan ruang; atau
- kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga : Penyalahgunaan Narkotika
Sengketa dan konflik selain di atas bukan merupakan kewenangan Kementerian dan menjadi kewenangan instansi lain. Dalam hal sengketa dan konflik bukan merupakan kewenangan Kementerian, maka oleh pejabat yang bertanggung jawab dalam menangani sengketa, konflik dan perkara menyampaikan penjelasan secara tertulis kepada pihak pengadu. Pada penjelasan tertulis itu dimuat pernyataan bahwa penyelesaian sengketa dan konflik diserahkan kepada pengadu. Namun, terhadap sengketa dan konflik yang bukan merupakan kewenangan Kementerian, Kementerian dapat mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa atau konflik melalui mediasi.
Penyelesaian Sengketa dan Konflik yang Merupakan Kewenangan Kementerian
Dalam hal sengketa atau konflik merupakan kewenangan Kementerian, maka akan dilakukan kegiatan/tindakan sebagai berikut:
Poin 1
Pejabat yang bertanggung jawab melaporkan hasil pengumpulan data dan hasil analisis kepada kepala kantor pertanahan.
Poin 2
Kepala kantor pertanahan menyampaikan hasil pengumpulan data dan analisis kepada:
- Kepala kantor wilayah BPN, dalam hal keputusan pemberian hak, konversi/penegasan/pengakuan, pembatalan hak atas tanah yang menjadi objek sengketa dan konflik diterbitkan oleh kepala kantor pertanahan; atau
- Menteri dengan tembusan kepala kantor wilayah BPN, dalam hal keputusan pemberian hak, konversi/penegasan/pengakuan, pembatalan hak atas tanah atau penetapan tanah terlantar yang menjadi objek sengketa dan konflik diterbitkan oleh kepala kantor wilayah BPN atau Menteri; dan/atau sengketa dan konflik termasuk karakteristik tertentu.
Poin 3
Kepala kantor wilayah BPN atau Menteri memerintahkan pejabat yang bertanggung jawab untuk menindaklanjuti proses penyelesaiannya. Dalam hal terdapat sengketa dan konflik yang perlu ditangani oleh tim, kepala kantor wilayah BPN atau Menteri dapat membentuk tim penyelesaian sengketa dan konflik.
Poin 4
Pejabat yang bertanggung jawab atau tim, berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis, melakukan pengkajian untuk mengetahui pokok masalah, penyebab terjadi masalah, potensi dampak, alternatif penyelesaian dan rekomendasi penyelesaian sengketa dan konflik. Apabila dari hasil pengkajian diperlukan data tambahan, maka dilengkapi dengan melakukan pencarian data secara mandiri atau meminta data kepada para pihak. Dalam melaksanakan pengkajian, dilakukan pemeriksaan lapangan yang dalam keadaan tertentu dapat didampingi pihak Kepolisian. Kegiatan pemeriksaan lapangan meliputi:
- Penelitian atas kesesuaian data dengan kondisi lapangan;
- Pencarian keterangan dari saksi-saksi dan/atau pihak-pihak yag terkait;
- Penelitian batas bidang tanah, gambar ukur, peta bidang tanah, gambar situasi/surat ukur, peta rencana tata ruang; dan/atau
- Kegiatan lain yang diperlukan.
Poin 5
Berdasarkan hasil pengkajian dan hasil pemeriksaan lapangan, dapat dilakukan paparan dengan tujuan menghimpun masukan pendapat para peserta, mempertajam pengkajian sengketa dan konflik, dan memperoleh kesimpulan dan saran. Paparan harus dilaksanakan jika sengketa dan konflik termasuk dalam karateristik tertentu; atau sengketa dan konflik ditangani oleh tim penyelesaian sengketa dan konflik.
Poin 6
Pejabat yang bertanggung jawab atau tim penyelesaian sengekta dan konflik membuat laporan penyelesaian kasus pertanahan dan disampaikan kepada kepala kantor wilayah BPN atau Menteri. Laporan tersebut merupakan rangkuman hasil kegiatan penyelesaian sengketa atau konflik yang merupakan satu kesatuan dengan berkas penyelesaian sengketa dan konflik yang dimulai dari pengaduan, pengumpulan data, analisis, pengkajian, pemerikasaan lapangan dan paparan.
Poin 7
Setelah menerima laporan, kepala kantor wilayah BPN atau Menteri menyelesaikan sengketa dan konflik dengan menerbitkan:
- Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah (merupakan pembatalan terhadap hak atas tanah, tanda bukti hak dan daftar umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut);
- Keputusan pembatalan sertipikat (pembatalan terhadap tanda bukti hak dan daftar umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut, dan bukan pembatalan terhadap hak atas tanahnya);
- Keputusan perubahan data pada sertipikat, surat ukur, buku tanah dan/atau daftar umum lainnya; atau
- Surat pemberitahuan bahwa tidak terdapat kesalahan administrasi. Yang dimaksud kesalahan administrasi dalam Peraturan ini adalah sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 11 ayat (3), yakni:
- kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas;
- kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;
- kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah;
- kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar;
- tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan;
- kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran tanah;
- kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertipikat pengganti;
- kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan;
- kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin;
- penyalahgunaan pemanfaatan ruang; atau
- kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.
Apabila di atas satu bidang tanah terdapat tumpang tindih sertipikat hak atas tanah, maka Menteri atau Kepala Kantor Wilayah BPN sesuai kewenangannya menerbitkan keputusan pembatalan sertipikat yang tumpang tindih, sehingga di atas bidang tanah itu hanya ada satu sertipikat hak atas tanah yang sah.
Pelaksanaan Keputusan Penyelesaian
Keputusan penyelesaian sengketa atau konflik dilaksanakan oleh kepala kantor pertanahan dengan ketentuan apabila keputusan yang diterbitkan adalah berupa pembatalan hak atas tanah, pembatalan sertipikat atau perubahan data, kepala kantor pertanahan memerintahkan pejabat yang berwenang untuk memberitahukan kepada para pihak dan/atau pihak lain agar menyerahkan sertipikat hak atas tanah dalam waktu paling lama lima hari kerja. Dalam hal jangka waktu itu berakhir dan pihak yang diberitahu tidak menyerahkan sertipikat, maka kepala kantor pertanahan melaksanakan pengumuman tentang pembatalan hak atas tanah, pembatalan sertipikat atau perubahan data di kantor pertanahan dan balai desa/kantor kelurahan setempat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
Setelah pemberitahuan atau pengumuman sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan, atas perintah kepala kantor pertanahan, pejabat yang berwenang akan melakukan tindak lanjut sesuai keputusan, yakni:
- Jika keputusan adalah pembatalan hak atas tanah, pejabat yang berwenang akan melakukan pencatatan mengenai hapusnya keputusan pemberian hak, sertipikat, surat ukur, buku tanah dan daftar umum lainnya, pada sertipikat hak atas tanah, buku tanah dan daftar umum lainnya.
- Jika keputusan adalah pembatalan sertipikat, pejabat yang berwenang akan melakukan pencatatan mengenai hapusnya hak pada sertipikat, buku tanah dan daftar lainnya.
- Jika keputusan berupa adalah perubahan data, pejabat yang berwenang akan melakukan perbaikan pada sertipikat, surat ukur, buku tanah atau daftar umum lainnya. Selanjutnya sertipikat akan diberikan kembali kepada pemegang hak atau diterbitkan sertipikat pengganti.
Penerbitan atau peralihan hak atas tanah sebagai tindak lanjut pelaksanaan pembatalan hak atas tanah, pembatalan sertipikat atau perubahan data, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika objek Sengketa dan Konflik merupakan aset Barang Milik Negara/Daerah dan/atau aset Badan Usaha Milik Negara/Daerah, maka pelaksanaan pembatalan hak atas tanah dan/atau pemberian hak atas tanah dilakukan setelah adanya penghapusan aset/aktiva tetap dari instansi yang bersangkutan.
Terima kasih.
Oleh: Tito Prayogi, S.H.I., S.H., M.H.