kantorhukummigunani.com – Pada tanggal 2 Februari 2021, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 ditetapkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 diatur pada BAB V yang dibagi menjadi dua bagian: Bagian Kesatu perihal Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja dan Bagian Kedua perihal Hak Akibat Pemutusan Hubungan Kerja.

Baca Juga : Hukum Warisan dalam Islam

Pemutusan Hubungan Kerja Menurut PPRI Nomor 35 Tahun 2021

Bagian Kesatu: Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja

Definisi yuridis Pemutusan Hubungan Kerja menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021, pada Pasal 1 angka 15, adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha. Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja diatur mulai dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 39.

Berdasarkan Pasal 36, Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena sebab berikut:

  • Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh;
  • Perusahaan melakukan efisiensi diikut dengan penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;
  • Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun;
  • Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure);
  • Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
  • Perusahaan pailit;
  • Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
  1. Menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam Pekerja/Buruh;
  2. Membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  3. Tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturu-turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara tepat waktu sesudah itu;
  4. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/Buruh;
  5. Memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
  6. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada Perjanjian Kerja.
  • Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja;
  • Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
  1. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
  2. Tidak terikat dalam ikatan; dan
  3. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
  • Pekerja/Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;
  • Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
  • Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
  • Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
  • Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun; atau
  • Pekerja/Buruh meninggal dunia.

Pemutusan Hubungan Kerja

Pasal 37, terdiri dari (4) empat ayat, berisi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

  1. Pengusaha, Pekerja/Buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan Pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
  2. Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan Pemutusan Hubungan Kerja diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam Perusahaan apabila Pekerja/Buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari Serikat Pekerja/Buruh.
  3. Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.
  4. Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan dalam masa percobaan, surat pemberitahuan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.

Ketentuan yang ada pada Pasal 38 adalah Dalam hal Pekerja/Buruh telah mendapatkan surat pemberitahuan dan tidak menolak Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha harus melaporkan Pemutusan Hubungan Kerja kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.

Isi ketentuan-ketentuan dalam Pasal 39, terdiri dari 3 (tiga) ayat, adalah sebagai berikut:

  1. Pekerja/Buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dan menyatakan menolak, harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.
  2. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai Pemutusan Hubungan Kerja, penyelesian Pemutusan Hubungan Kerja harus dilakukan melalui perundingan bipartit antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
  3. Dalam hal perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua: Hak Akibat Pemutusan Hubungan Kerja

Ketentuan mengenai hak akibat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja diatur mulai dari Pasal 40 sampai dengan Pasal 59.

Pasal 40 ayat (1) berisi ketentuan bahwa apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, maka Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Ketentuan tentang uang pesangon yang wajib diberikan oleh Pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasasl 40 ayat (2) adalah sebagai berikut:

No Masa Kerja Uang Pesangon
1 Kurang dari 1 tahun 1 bulan upah
2 1 tahun atau lebih tapi kurang dari 2 tahun 2 bulan upah
3 2 tahun atau lebih tapi kurang dari 3 tahun 3 bulan upah
4 3 tahun atau lebih tapi kurang dari 4 tahun 4 bulan upah
5 4 tahun atau lebih tapi kurang dari 5 tahun 5 bulan upah
6 5 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun 6 bulan upah
7 6 tahun atau lebih tapi kurang dari 7 tahun 7 bulan upah
8 7 tahun atau lebih tapi kurang dari 8 tahun 8 bulan upah
9 8 tahun atau lebih  9 bulan upah

Sedangkan untuk uang penghargaan masa kerja yang wajib diberikan oleh Pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasasl 40 ayat (3) adalah sebagai berikut:

No Masa Kerja Uang Penghargaan Masa Kerja
1 3 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun 2 bulan upah
2 6 tahun atau lebih tapi kurang dari 9 tahun 3 bulan upah
3 9 tahun atau lebih tapi kurang dari 12 tahun 4 bulan upah
4 12 tahun atau lebih tapi kurang dari 15 tahun 5 bulan upah
5 15 tahun atau lebih tapi kurang dari 18 tahun 6 bulan upah
6 18 tahun atau lebih tapi kurang dari 21 tahun 7 bulan upah
7 21 tahun atau lebih tapi kurang dari 24 tahun 8 bulan upah
8 24 tahun atau lebih  10 bulan upah

Sesuai ketentuan Pasasl 40 ayat (4), uang penggantian hak yang seharusnya diterima meliputi: cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat dimana Pekerja/Buruh diterima bekerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena berbagai alasan dan hak akibat Pemutusan Hubungan Kerja dibedakan berdasarkan alasan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana tabel di bawah ini:

Pemutusan Hubungan Kerja

No Alasan PHK Hak-hak Pekerja/Buruh
1 Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh (Pasal 41) a. UP: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

2 Pengambilalihan Perusahaan (Pasal 42 ayat 1) a. UP: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

3 Pengambilalihan Perusahaan yang mengakibatkan perubahaan syarat kerja dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja (Pasal 42 ayat 2) a. UP: 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

4 Perusahaan melakukan efisiensi karena Perusahaan mengalami kerugian (Pasal 43 ayat 1) a. UP: 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

5 Perusahaan melakukan efisiensi guna mencegah terjadi kerugian (Pasal 43 ayat 2) a. UP: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

6 Perusahaan tutup disebabkan Perusahaan mengalami kerugian terus-menerus selama 2 tahun atau merugi tidak terus-menerus selama 2 tahun (Pasal 44 ayat 1) a. UP: 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat  (4).

7 Perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian (Pasal 44 ayat 2) a. UP: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

8 Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure). (Pasal 45 ayat 1) a. UP: 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

9 Keadaan memaksa (force majeure) yang tidak mengakibatkan Perusahaan tutup. (Pasal 45 ayat 2) a. UP: 0,75 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

10 Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian. (Pasal 46 ayat 1) a. UP: 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

11 Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan karena Perusahaan mengalami kerugian. (Pasal 46 ayat 2) a. UP: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

12 Perusahaan pailit. (Pasal 47) a. UP: 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

13 Adanya permohonan PHK yang diajukan Pekerja/Buruh dengan alasan sebagaimana Pasal 36 huruf g. (Pasal 48) a. UP: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

14 Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana Pasal 36 huruf g terhadap permohonan yang diajukan Pekerja/Buruh. (Pasal 49) a. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan

b. Uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

15 Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan memenuhi syarat Pasal 36 huruf i. (Pasal 50) a. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan

b. Uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

16 Pekerja/Buruh mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi bukti yang sah dan telah dipanggil Pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis. (Pasal 51) a. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan

b. Uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

17 Pekerja/Buruh melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. (Pasal 52 ayat 1) a. UP: 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

18 Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. (Pasal 52 ayat 2)

Berdasarkan Pasal 52 ayat (3), Pengusaha dapat melakukan PHK sebagaimana Pasal 52 ayat (2) tanpa pemberitahuan sebagaimana Pasal 37 ayat (2).

a. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan

b. Uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

19 Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak berwajib sebab diduga melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 36 huruf l yang menyebabkan kerugian Perusahaan. (Pasal 54 ayat 1) a. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan

b. Uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

20 Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak berwajib sebab diduga melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 36 huruf l yang tidak menyebabkan kerugian Perusahaan. (Pasal 54 ayat 2) a. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

b. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

21 Pengadilan menyatakan Pekerja/Buruh bersalah dan putusan perkara pidana itu dijatuhkan sebelum masa 6 bulan berakhir sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1). (Pasal 54 ayat 4) a. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan

b. Uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

22 Pengadilan menyatakan Pekerja/Buruh bersalah dan putusan perkara pidana itu dijatuhkan sebelum masa 6 bulan berakhir sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (2). (Pasal 54 ayat 5) a. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

b. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

23 Pekerja/Buruh sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan. (Pasal 55 ayat 1) a. UP: 2 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

24 Pekerja/Buruh mengajukan PHK kepada Pengusaha dengan alasan Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan. (Pasal 55 ayat 2) a. UP: 2 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

25 Pekerja/Buruh memasuki usia pensiuan. (Pasal 56) a. UP: 1,75 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

26 Pekerja/Buruh meninggal dunia. (Pasal 57) a. UP: 2 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. UPMK: 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. UPH: sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

Catatan: 

Hak akibat PHK diberikan kepada ahli waris Pekerja/Buruh.

Keterangan:

  1. UP = Uang Pesangon
  2. UPMK = Uang Penghargaan Masa Kerja
  3. UPH = Uang Penggantian Hak

Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1), apabila Pekerja/Buruh ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana maka Pengusaha tidak wajib membayar upah, tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga Pekerja/Buruh yang menjadi tanggungannya. Menurut ketentuan Pasal 53 ayat (2), bantuan diberikan untuk waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak hari pertama Pekerja/Buruh ditahan pihak berwajib. Adapun nilai bantuan yang wajib deberikan kepada keluarga yang menjadi tanggungan Pekerja/Buruh yang ditahan pihak berwajib adalah sebagai berikut:

No Jumlah Tanggungan Pekerja/Buruh Nilai Bantuan
1 1 orang 25% dari upah
2 2 orang 35% dari upah
3 3 orang 45% dari upah
4 4 orang atau lebih 50% dari upah

Berdasarkan ketentuan Pasal 54 ayat (3), apabila pengadilan memutus perkara pidana sebelum berakhirnya masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Pekerja/Buruh dinyatakan tidak bersalah, maka Pengusaha memperkerjakan kembali Pekerja/Buruh.

Pemutusan Hubungan Kerja

Program pensiun dan manfaatnya serta bagaimana perhitungannya dengan akibat Pemutusan Hubungan Kerja diatur dalam Pasal 58 sebagai berikut:

(1) Pengusaha yang mengikutsertakan Pekerja/Buruh dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh Pengusaha dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Pengusaha atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah akibat Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 52 dan Pasal 54 sampai dengan Pasal 57.

(2) Jika perhitungan manfaat dari program pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih kecil daripada uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah maka selisihnya dibayar oleh Pengusaha.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Pasal 59 berisi ketentuan bahwa Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masak kerja, uang penggantian hak, dan/atau uang pisah bagi Pekerja/Buruh yang mengalami Pemutusan Hubugan Kerja dengan nilai yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh.

Terima kasih.

Oleh: Tito Prayogi, S.H.I., S.H., M.H.