Dalam menjalankan sebuah persidangan, terdapat dasar yang digunakan untuk mengetahui dan mengesahkan apakah bukti yang dibawa valid. Pembuktian dalam hukum perdata dibutuhkan untuk membuktikan dan mewujudkan adanya kebenaran secara formal. Yap, alat bukti hukum perdata begitu penting. Tidak hanya kebenaran yang berasal dari diri sendiri melainkan yang berguna untuk memenangkan lawan dalam persidangan. Hal ini akan membantu menguatkan maupun melemahkan klaim dari salah satu pihak untuk mencapai keadilan.

Adapun sebenarnya pembuktian fakta atau kejadian perdata ini bisa dikatakan cukup memacu adrenalin Pengacara Jogja karena harus memenuhi beberapa prinsip yang ada. Prinsip ini akan menjadi dasar dalam mewujudkan kebenaran, membantu memberi putusan, hingga menemukan fakta yang mungkin selama ini tidak terbantahkan. Oleh sebab itu, perlu keterampilan dalam menemukan celah pembuktian di dalam hukum perdata mengingat hukum ini memiliki karakteristik berbeda dari yang lainnya.

Prinsip Yang Harus Diperhatikan Selama Membuktikan Hukum Perdata

Terdapat beberapa versi yang menjelaskan tentang prinsip-prinsip berikut, namun sejatinya hal ini bisa dilihat dan dikombinasikan dalam satu kesatuan mengingat kesamaan tujuan. Perbedaan jumlah prinsip yang disepakati tidak berpengaruh selama proses karena semuanya telah meng-cover persyaratan yang ada. Lantas apa saja yang termasuk dalam prinsip pembuktian hukum perdata?

Prinsip Kebebasan Pembuktian

Prinsip ini juga biasa disebut sebagai pembuktian mencari dan mewujudkan kebenaran formil yang ada dalam sebuah kasus. Dijelaskan jika pembuktian hukum perdata dapat dilakukan tanpa menggunakan minimal 2 bukti. Pasalnya prinsip pembuktian disini hanya membutuhkan kebenaran formil. Pihak yang mengajukan perkara dapat juga meminta pembuktian dan harus diterima hakim untuk melindungi hak perorangan yang bersangkutan.

Prinsip Kewajaran

Sebuah bukti yang diajukan harus bersifat wajar alias rasional dan tentunya logis untuk dapat memperkuat klaim yang ada.  Pembuktian harus didasarkan pada kemungkinan paling kuat atau dengan probabilitas yang tinggi. Pembuktian dalam hukum perdata ini dilakukan agar bukti dapat dipercaya dan diproses sesuai alurnya. Seorang hakim tidak akan mengambil keputusan tanpa adanya fakta yang kuat. Sehingga bisa saja keputusan tersebut akan ditolak oleh hakim.

Pembuktian dalam Hukum Pidana

Prinsip Putusan Hakim

Hakim bertugas dalam menilai kekuatan dan kebenaran dari bukti yang diajukan oleh masing-masing orang yang mengalami sengketa. Disini hakim berperan kuat untuk menilai dan menerima berbagai bukti yang diajukan. Sifat ini disebut pasif karena hakim bekerja dalam 3 sektor penyeleksian bukti yang ada. Kebenaran formil dalam fakta persidangan adalah tanggungjawab yang diemban oleh hakim untuk menyelesaian sengketa yang ada.

Prinsip Substansiil

Prinsip ini berpegang pada kesesuaian antara bukti dan fakta yang dibawa oleh pihak bersengketa dengan tuntutan yang dibawa. Jangan sampai terdapat penyelewangan antara substansi masalah dengan hal-hal yang dijadikan bukti. Adapun terdapat beberapa fakta yang tidak perlu dibuktikan yaitu hukum positif, fakta yang telah diketahui umum, fakta yang tidak dibantah, fakta yang ditemui di persidangan, dan bukti yang dibawa oleh lawan.

Oleh sebab itu, terdapat prinsip pokok yang harus dipegang selama menerapkan bukti kepada lawan di persidangan. Adapun yang pertama bukti dari pihak di luar sengketa dapat dibantah karena kekuatannya lebih rendah dari bukti lawan. Kemudian tidak semua bukti dapat dijadikan pemenang dalam persidangan sengketa. Sehingga hakim dapat mengambil keputusan berdasar fakta dan bukti proporsional untuk pembuktian dalam hukum perdata.