Pembuktian dalam hukum perdata tidak bisa dilakukan sembarangan. Sebagai bagian penting dalam proses pengadilan, suatu perkara perdata harus ditangani secara e-court dengan kehadiran fisik dari kedua belah pihak, baik itu tergugat maupun penggugat. Diperlukan adanya alat bukti kasus perdata yang sah untuk digunakan, diajukan, atau dipertahankan sebelum hakim mengambil keputusan. Keputusan tersebut nantinya akan bersifat pasti, tidak didapati keraguan, dan dapat didefinisikan.
Memang sesuatu yang berhubungan dengan hukum perdata adalah sesuatu yang sangat kompleks. Untuk itu perlu hadirnya Pengacara Jogja untuk membantu Anda. Mungkin memang harus mengeluarkan sedikit biaya sewa pengacara, namun kepastian hukum adalah hak bagi semua orang bukan?
Adapun dalam proses pembuktian perkara, harus ada dasar yang cukup untuk diajukan kepada hakim sebagai landasan putusan. Hakim akan memeriksa kebenaran dan kepastian dari bukti yang telah diberikan. Dalam kasus perdata, tidak seluruh alat bukti yang digunakan sah dan diakui kebenarannya. Terdapat prasyarat dari bukti-bukti yang bisa digunakan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu pasal 164, 153, 154 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) , dan 180,181 RBG. Lantas apa sajakah itu?
Baca Juga : Dasar Hukum Tindak Pidana Khusus
Alat Bukti Sah Untuk Kasus Perdata
Dalam pelaksanaan persidangan hukum perdata, terdapat 5 jenis alat bukti yang bisa digunakan. Namun tentunya terdapat ketentuan dan persyaratan khusus yang harus digunakan agar bukti yang diajukan bisa memperlancar persidangan. Apa saja yang termasuk dalam kelima bukti tersebut?
Surat
Surat disebut sebagai dokumen yang bisa dibaca dan menuangkan pikiran penggugat dengan terperinci sehingga sah dijadikan sebagai bukti. Terdapat dua jenis surat yang bisa digunakan untuk menyelesaikan sengketa yaitu surat biasa dan akta. Surat biasa adalah surat yang sebenarnya tidak sengaja dibuat untuk bukti. Namun dokumen ini bisa jadi bermanfaat ketika digunakan untuk pembuktian pada kasus tertentu.
Sementara itu, akta juga termasuk dalam alat bukti yang sah dalam pembuktian kasus perdata. Sejak awal dibuat, akta memang sengaja digunakan untuk pembuktian dan pembelaan selama persidangan. Terdapat dua jenis akta yang bisa digunakan yaitu akta autentik (akta yang dibuat oleh undang-undang seperti dari notaris, polisi, atau hakim) dan akta di bawah tangan adalah alat bukti kasus perdata yang dibuat dan disetujui oleh pihak-pihak yang terlibat tanpa pengawasan pihak hukum.
Saksi
Saksi menjadi alat bukti yang sah dalam kasus perdata karena mengalami dan mengetahui langsung proses terjadinya sengketa. Sosok ini akan memberikan kesaksian secara lisan maupun tulisan yang harus dilakukan oleh orang tersebut tanpa diwakilkan oleh orang lain. Terdapat beberapa syarat agar saksi yang diajukan sah yaitu tidak termasuk keluarga sedarah, bukan suami istri (bahkan telah bercerai), bukan anak di bawah 15 tahun, dan tidak mengalami gangguan kejiwaan.
Persangkaan
Persangkaan dapat dijadikan sebagai alat bukti jika masalah yang ditangani cukup serius, penting, dan terdapat penyesuaian tertentu. Terdapat dua jenis persangkaan yaitu atas dasar undang-undang (presumption juris) dan atas dasar kenyataan (praesumptionem factie).
Pengakuan
Pengakuan bisa dilakukan oleh orang lain maupun orang yang bersangkutan secara lisan atau tulisan. Bukti ini disebut sah karena tidak bisa ditarik kembali pasca dilaporkan pada hakim. Pengakuan di depan sidang memiliki pembuktian yang sempurna dan mengikat, sehingga hakim lebih bisa leluasa memberi kekuatan atas bukti tersebut sebagai permulaan.
Sumpah
Alat bukti kasus perdata terakhir adalah sumpah sebagai upaya pemberian keterangan atau janji di hadapan Tuhan. Terdapat sumpah pelengkap, penaksiran, dan pemutus yang dapat dijadikan dasar pengadilan perdata.
Jadi, bagaimana? Setelah kantorhukummigunani.com terangkan apakah Anda sudah memiliki gambarannya?