kantorhukummigunani.com – Hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam dimuat dalam BUKU II yang dibagi ke dalam 6 bab: Bab I tentang Ketentuan Umum, Bab II tentang Ahli Waris, Bab III tentang Besarnya Bagian, Bab IV tentang Aul dan Rad, Bab V tentang Wasiat, dan Bab VI tentang Hibah.
Ketentuan Umum pada BUKU II
Ketentuan Umum pada BUKU II memuat beberapa pengertian, di antaranya:
- Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing ahli waris.
- Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
- Ahli waris adalah orang yang pada saat pewaris meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
- Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
- Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
- Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.
Bab II pada BUKU II Memuat Ketentuan Mengenai Ahli Waris
Bab II pada BUKU II memuat ketentuan-ketentuan mengenai ahli waris, di antaranya:
- Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.
- Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, dihukum karena:
- Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;
- Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
- Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
- Menurut hubungan darah:
- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
- Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.
- Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak, ayah, ibu, dan janda atau duda.
- Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:
- Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
- Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang;
- Menyelesaikan wasiat pewaris;
- Membagi harta harisan di antara ahli waris yang berhak.
- Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
Baca Juga : Perkawinan dan Perceraian dari Kacamata Hukum
Bab III pada BUKU II Membuat Tentang Besarnya Bagian Ahli Waris
Bab III pada BUKU II yang memuat tentang besarnya bagian ahli waris menentukan bagian tiap-tiap ahli waris sebagai berikut:
- Anak perempuan mendapatkan bagian sebagai berikut apabila pewaris tidak memiliki anak laki-laki:
- 1/2 jika merupakan anak perempuan tunggal;
- 2/3 untuk bersama jika ada 2 (dua) orang anak perempuan atau lebih.
- Apabila pewaris memiliki anak laki-laki dan perempuan, maka bagian anak laki-laki 2 (dua) berbanding 1 (satu) dengan anak perempuan.
- Ayah pewaris mendapatkan bagian:
- 1/3 jika pewaris tidak meninggalkan anak/keturunan;
- 1/6 jika pewaris meninggalkan anak/keturunan.
- Ibu pewaris mendapatkan bagian:
- 1/6 jika ada anak atau 2 (dua) saudara atau lebih;
- 1/3 jika tidak ada anak atau dua saudara atau lebih;
- 1/3 dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda jika bersama-sama dengan ayah.
- Duda mendapatakan bagian:
- 1/2 jika pewaris tidak meninggalkan anak;
- 1/4 jika pewaris meninggalkan anak.
- Janda mendapatkan bagian:
- 1/4 jika pewaris tidak meninggalkan anak;
- 1/8 jika pewaris meninggalkan anak.
- Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu mendapatkan bagian sebagai berikut apabila pewaris meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah:
- 1/6 jika saudara seibu hanya mereka;
- 1/3 untuk bersama jika dua orang atau lebih.
- Saudara perempuan kandung atau seayah mendapatkan bagian sebagai berikut apabila pewaris meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah:
- 1/2 jika seorang diri;
- 2/3 untuk bersama jika dua orang atau lebih.
- Apabila saudara perempuan kandung atau seayah bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki 2 (dua) berbanding 1 (satu) dengan saudara perempuan.
- Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan setelah tiap-tiap ahli waris menyadari bagian masing-masing.
- Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali yang yang terhalang menjadi ahli waris karena:
- Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;
- Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
- Para ahli waris baik secara bersama-sama atau sendiri dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris lainnya untuk melakukan pembagaian harta warisan. Apabila ada di antara ahli waris tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan.
- Bagi pewaris yang beristeri lebih dari satu, maka masing-masing isteri berhak mendapatkan bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya itu, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.
Bab IV pada BUKU II Membuat Ketentuan Aul dan Rad
Bab IV pada BUKU II memuat ketentuan-ketentuan tentang Aul dan Rad sebagai berikut:
- Jika dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil Furud menunjukkan angka pembilang lebih besar daripada angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang dan setelah itu harta warisan dibagi secara aul menurut angka pembilang.
- Jika dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil Furud menunjukkan angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris sedangkan sisanya dibagi berimbang di antara ahli waris.
Bab V pada BUKU II Memuat Tentang Ketentuan Wasiat
Bab V pada BUKU II memuat ketentuan-ketentuan mengenai wasiat, di antaranya:
- Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun, berakal sehat dan tanpa paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
- Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi atau di hadapan notaris.
- Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
- Wasiat kepada ahli waris berlaku jika disetujui oleh semua ahli waris.
- Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dihukum karena:
- Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pewasiat;
- Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan kejahatan yang diancam hukuman 5 (lima) tahun penjara atau lebih berat;
- Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;
- Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat.
- Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk menerima wasiat:
- Tidak mengetahui adanya wasiat sampai meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;
- Mengetahui adanya wasiat, tetapi menolak untuk menerimanya;
- Mengetahui adanya wasiat, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai dirinya meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat.
- Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.
- Pewasiat dapat mencabut wasiat selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.
- Apabila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi atau berdasarkan akta Notaris. Jika wasiat dibuat berdasarkan akta Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akta Notaris.
- Harta wasiat yang berupa barang tidak bergerak, jika karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.
- Apabila wasiat melebihi sepertiga dan ahli waris ada yang tidak setuju, maka wasiat hanya dilaksanakan sepertiga.
- Orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.
- Anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Bab VI pada BUKU II Memuat Tentang Ketentuan Hibah
Bab VI pada BUKU II memuat ketentuan-ketentuan mengenai hibah, di antaranya:
- Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun, berakal sehat tanpa paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
- Hibah dari orang tua kepada anak dapat diperhitungkan sebagai warisan.
- Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya.
- Hibah yang pemberiaannya pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian harus mendapat persetujuan ahli waris.
Terima kasih.
Oleh: Tito Prayogi, S.H.I., S.H., M.H.